Aksi Korporasi

Photo Author
- Jumat, 29 September 2023 | 15:30 WIB
Fahmy Radhi, Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM dan Pengurus ISEI DIY
Fahmy Radhi, Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM dan Pengurus ISEI DIY

SETELAH melakukan pemeriksaan beberapa saksi, termasuk saksi Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) periode 2011-2014 Dahlan Iskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di PT Pertamina pada tahun 2011-2021.

Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan bahwa Karen telah memutuskan pembelian LNG dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat dengan kontrak selama 10 tahun. Berhubung adanya oversupply LNG di dalam negeri, Pertamina menjual kargo LNG di pasar internasional dengan kondisi merugi, yang dinilai oleh KPK sebagai kerugian negara mencapai Rp. 2,1 triliun.

Alasan utama keputusan Karen untuk membeli LNG pada 2014 adalah harga gas di dalam negeri saat itu sangat tinggi mencapai antara US $ 9,9 hingga US $13,5 per Million Metric British Thermal Unit (MMbtu), bandingkan harga LNG di Malaysia hanya sebesar US $6 per MMbtu. Mahalnya harga LGN di dalam negeri berpotensi menurunkan kemampuan bersaing industri dalam negeri yang menggunakan LNG sebagai bahan baku.

Selain itu, PLN, yang menggunakan LNG untuk Pembangkit Listrik, berpotensi menaikkan tarif listrik untuk menutup kenaikkan biaya operasional akibat mahalnya harga gas. Dalam kondisi mtersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengintruksikan kepada Kementerian ESDM agar melakukan berbagai upaya untuk menurunkan harga LNG dalam negeri hingga mencapai US $6 per MMbtu.

Untuk melaksanakan instruksi Jokowi, Karen sebagai direktur Utama Pertamina memutuskan melakukan aksi korporasi dengan mengimpor LNG dari Perusahaan USA. Tujuan aksi korporasi itu adalah untuk menambah pasokan LNG di dalam negeri sehingga dapat menurunkan harga LNG bagi industri dalam negeri.

Aksi korporasi itu dapat menurunkan harga LNG cukup signifikan meski belum mencapai US $6 per MMbtu seperti instruksi Jokowi. Keputusan itu dapat dikategorikan sebagai murni aksi korporasi untuk mengatasi masalah mahalnya harga LNG di dalam negeri.

Namun, keputusan untuk mengimpor LNG selama 10 tahun, dengan alasan adanya proyeksi akan terjadi krisis gas pada 2024, dinilai kurang tepat. Alasannya, Indonesia sesungguhnya memiliki sumber gas alam yang melimpah ruah di Aceh, Papua dan Kalimantan. Hanya, Indonesia tidak memiliki kecukupan infrastruktur pipa untuk menditribusikan gas alam tersebut ke Industri dan PLN, yang sebagian besar berlokasi di Jawa.

Sedangkan untuk mengubah gas alam menjadi LNG agar bisa didistribukan menggunakan moda transporatasi laut membutuhkan waktu, sehingga menimbulkan time lag yang bisa menyulut kenaikkan harga LNG di dalam negeri.

Selama tidak ditemukan adanya fraud (kecurangan) berupa komisi dan kickback dalam keputusan impor LNG itu, kedua keputusan tersebut sebenarnya termasuk murni aksi koporasi Pertamina. Dalam bisnis, aksi korporasi bisa untung dan bisa pula beresiko rugi. Kalau ternyata aksi korporasi itu menyebabkan Pertamina mengalami kerugian, semestinya kerugian itu tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara.

Kalau semua kerugian aksi korporasi dikategorikan sebagai kerugian negara, maka resiko menjadi Direksi BUMN amat sangat besar. Dengan resiko tersebut, barangkali tidak akan ada yang bersedia menjadi Direksi BUMN. (Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM dan Pengurus ISEI DIY)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X