Menurut Sellin dan Wolfgang, korban penyalahgunaan narkotika merupakan “mutual victimizationâ€, yaitu pelaku yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Seperti halnya pelacuran dan perzinahan Â
Â
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli hukum mengenai tipologi korban dalam perspektif viktimologi dapat dinyatakan bahwa pecandu narkoba merupakan self-victimizing victims, yaitu seseorang yang menjadi korban karena perbuatannya sendiri. Namun, ada juga yang mengelompokkannya dalam victimless crime atau kejahatan tanpa korban karena kejahatan ini biasanya tidak ada sasaran korban, semua pihak terlibat. Â
Â
Selain itu, dapat juga dikategorikan sebagai kejahatan tanpa korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali akan tetapi si pelaku sebagai korban. Sementara dalam kategori kejahatan, suatu perbuatan jahat haruslah menimbulkan korban dan korban itu adalah orang lain. Artinya apabila hanya diri sendiri yang menjadi korban maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan. Dalam artian kedudukan korban penyalahgunaan Narkotika dalam sistem peradilan, kedudukannya masih dipandang sebelah mata, padahal mereka dapat dikategorikan sebagai â€orang sakit†yang menjadi tanggung jawab bersama pemerintah , komponen masyarakat dengan program rehabilitasi.
Â
Upaya Perlindungan Hukum Korban Penyalahgunaan Narkotika didasarkan pada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bila dilihat dari Straafsoot (Jenis sanksi) termasuk dalam Double Track System, yaitu memberikan sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi Pidana berupa hukuman mati, penjara, kurungan, denda dan Sanksi Tindakan, berupa Rehabilitasi.Â
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dinyatakan dalam Pasal 54 : “Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.â€
Â
Pecandu dan korban penyalahguna Narkotika wajib direhabilitasi, Hakim dapat memutuskan dan menetapkan pecandu Narkotika untuk menjalani pengobatan dan/ atau perawatan, masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu Narkotika, diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Â
Pengaturan mengenai Rehabilitasi diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 54 sd Pasal 59. Dengan adanya pengaturan mengenai Rehabilitasi dalam UU tentang Narkotika tersebut mengkategorikan korban penyalahgunaan narkotika sebagai “orang Sakit†yang berhak mendapatkan pengobatan (dalam hal ini melalui Rehabilitasi).Â
Dalam Pasal 127 ayat 3 tentang pidana bagi Penyalahguna Narkotika,dimuat aturan bahwa : “Dalam hal penyalahguna sebagaimana ayat 1, yang dapat dibuktikan atau terbukti sebagai Korban penyalahgunaan Narkotika , maka penyalahguna tersebut wajib menjalani Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosialâ€
Â